Lombok Barat, NTB – Suara musik tradisional mengiringi sorakan penonton yang memadati Lapangan Umum Mareje Timur, Lombok Barat, Selasa (15/7/2025). Di tengah antusiasme tersebut, pagelaran seni budaya apresiasi/">Peresean berlangsung meriah, menandai perayaan ulang tahun kedua Paguyuban Patih Girang Batu Bawi Mareje Timur.
Namun, di balik semarak acara, peran petugas keamanan menjadi kunci. Jajaran Kepolisian Resor (Polres) Lombok Barat, khususnya Satuan Lalu Lintas (Satlantas), sigap melakukan pengamanan dan monitoring untuk memastikan kelancaran kegiatan. Kehadiran mereka menjadi jaminan bahwa festival Peresean ini tidak hanya menjadi ajang unjuk kebolehan, tetapi juga berlangsung aman, tertib, dan kondusif.
Peresean Sebagai Jembatan Silaturahmi dan Pelestarian Budaya
Acara ini tidak sekadar perayaan ulang tahun, melainkan juga wujud nyata dari komitmen melestarikan salah satu warisan budaya Suku Sasak yang paling ikonik. Peresean—tradisi pertarungan antara dua laki-laki (disebut pepadu) yang bersenjatakan rotan dan tameng kulit sapi—menjadi magnet yang menarik perhatian warga, tidak hanya dari Kecamatan Lembar, tetapi juga daerah sekitarnya.
Panitia acara, yang diwakili oleh Paguyuban Patih Girang Batu Bawi Mareje Timur, secara khusus merancang kegiatan ini sebagai ajang tanding persaudaraan. Ini terlihat dari keputusan mereka untuk tidak mengundang paguyuban dari luar Kecamatan Lembar secara resmi, meskipun pintu tetap terbuka lebar bagi siapa pun yang ingin berpartisipasi.
“Kami ingin menjunjung tinggi sportivitas. Siapa pun yang datang, dari luar Lembar sekalipun, kami persilakan untuk ikut bertanding, asalkan mereka tetap menjaga sportivitas dan mengikuti aturan dari wasit atau pekembar,” ujar salah satu perwakilan panitia.
Standar Keselamatan dan Sportivitas dalam Setiap Ronde
Pertarungan Peresean diawasi ketat oleh tiga pekembar (wasit), yang terdiri dari satu pekembar utama dan dua pekembar di sisi lapangan. Mereka memastikan setiap pepadu bertanding dengan aman, menggunakan rotan sepanjang kurang lebih satu meter dan ende (tameng) dari kulit sapi sebagai pelindung.
Setiap pertarungan berlangsung selama empat ronde, dengan durasi kurang lebih tiga menit per ronde. Meskipun intensitasnya tinggi, esensi dari Peresean adalah sportivitas dan penghormatan. Para pepadu tidak hanya menunjukkan kekuatan fisik, tetapi juga mentalitas untuk menerima hasil pertandingan dengan lapang dada.
Pengamanan Ketat dari Kepolisian: Jaminan Kelancaran Acara
Peran strategis Polres Lombok Barat dalam mengamankan acara ini mendapat apresiasi. Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas), Iptu Dina Rizkiana, S.Tr.K., menegaskan pentingnya pengawasan agar semua berjalan sesuai rencana.
“Kami melakukan pengamanan dan monitoring secara menyeluruh, memastikan kegiatan ini tidak hanya meriah, tetapi juga aman bagi semua pihak,” kata Iptu Dina. Ia menambahkan bahwa pengamanan tidak hanya berfokus pada area pertarungan, tetapi juga di sekitar lokasi untuk mengatur arus lalu lintas dan mencegah potensi gangguan keamanan.
Berkat sinergi antara panitia, peserta, dan aparat keamanan, seluruh rangkaian acara berjalan sukses. Hingga kegiatan berakhir pada pukul 18.00 WITA, tidak ada insiden yang mengganggu jalannya perayaan. Masyarakat dapat menikmati festival Peresean sebagai hiburan sekaligus momen mempererat tali persaudaraan.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa tradisi budaya dapat terus hidup dan berkembang dengan dukungan penuh dari berbagai pihak. Peresean tidak hanya melestarikan seni pertarungan tradisional, tetapi juga menginspirasi semangat kebersamaan dan sportivitas yang tinggi di tengah masyarakat Lombok.